Jakarta (Otolovers) - Brand-brand mobil Amerika Serikat--sebut saja Ford dan General Motors (GM)--, sedang "sekarat" untuk mempertahankan keberlangsungannya di Indonesia karena kian terdesak dari persaingan dengan merek-merek Jepang.
Sepengamatan Otolovers, brand-brand AS, tidak terkecuali Ford dan GM dikenal memberlakukan kebijakan sentralistik, dimana setiap keputusan dikontrol ketat dan harus atas persetujuan kantor pusatnya di Amerika Serikat, meskipun menyangkut hal-hal kecil.
Kebijakan sentralistik yang dipegang "kokoh" oleh brand-brand Amerika itu tidaklah cocok untuk diterapkan di Indonesia, pasar terbesar Asia Tenggara yang sekarang sedang tumbuh dan butuh cara-cara brilian untuk merebut simpatinya.
Penulis ingat benar ketika lahirnya the New GM setelah mendapatkan suntikan dana dari pemerintah AS pasca tahun 2000-an, brand ini sebenarnya sempat bangkit di pasar Indonesia ketika dipimpin oleh Mukiat Sutikno (sekarang memimpin Hyundai Indonesia) dan kawan-kawan.
Brand awareness tumbuh baik, bahkan penjualan, termasuk lumayan suksesnya model Chevrolet Captiva ketika itu sampai beredarnya All New Captiva.
Namun, entah apa yang terjadi di kantor pusatnya sana. GM kemudian mulai mengetatkan kontrolnya dengan membatasi kewenangan direksi-direksinya di Indonesia, terutama untuk hal-hal yang sifatnya strategis.
GM pun kemudian mengganti sebagian pucuk pimpinannya di Indonesia dengan orang baru yang ditunjuk langsung oleh GM pusat dan Asia Pasifik, dan alhasil sejak saat itu hampir direktur-direktur asal Indonesia "dihabisi".
Itu terjadi sebelum GM membuka kembali pabriknya di Indonesia, yang berlokasi di Pondok Ungu, Bekasi, yang kemudian didedikasikan untuk memproduksi Chevrolet Spin yang katanya dirancang dan diproduksi khusus untuk pasar Indonesia.
"Dipretelinya" orang-orang lokal dari pucuk pimpinan GM Indonesia rupanya sangat berpengaruh, faktanya setelah itu GM berjuang keras untuk tetap eksis di pasar Indonesia, dan ending-nya pabrik GM Pondok Ungu tutup. Kini brand itu sedang dalam upaya untuk menghabiskan persediaan Spin di seluruh dealer.
Ford, kurang lebih punya karakteristik yang hampir sama. Kendali utama tetap di kantor pusatnya di AS, kontras dengan brand-brand Jepang yang lebih punya otoritas dalam mengelola pasar dan operasinya di Indonesia.
Jadi, kesimpulannya, kebijakan sentralistik yang ketat tidaklah cocok diterapkan untuk pasar Indonesia yang punya karakter unik, dimana sebagian besar konsumennya punya gensi tinggi tapi tetap sangat mempertimbangkan harga (economis).
Tanpa fleksibilitas kebijakan, promosi yang kuat, dan punya pabrik di sini untuk lebih efisien, jangan harap Anda bisa merebut pasar mobil Indonesia. Satu lagi, orang lokal pasti jauh lebih tahu mengenai karakter pasar setempat!
Chevrolet Captiva, salah satu model mobil GM yang sempat lumayan sukses di pasar Indonesia.